Senin, 29 Juni 2009

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS


  1. Pengertian

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).


  1. Patofisiologis dikaitkan dengan KDM


Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang

Jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga



Mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis



Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif

Dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar,

Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan

Peredaran darah



Blok syaraf parasimpatis pelepasan mediator kimia kelumpuhan



Kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi


Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi

rektum, kandung kemih

Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri

oksigen nyeri terus, Dan potensial

komplikasi Hipotensi, gangguan eliminasi

bradikardia



  1. Data fokus.

Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal

Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat


Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang

Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.


Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL


Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.


Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.


Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

Keamanan : suhu yang naik turun


  1. Pemeriksaan diagnostik

Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)

CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas

MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru

AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi


  1. Diagnosa keperawatan

    1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma

Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis –


Intervensi keperawatan :

  1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

  2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.

  3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.

  4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.

  5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera

  6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma

  7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.

  8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.

  9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

  10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.

  11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan


    1. Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan

Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.

Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.


Intervensi keperawatan :

  1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum

  2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman

  3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif

  4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop

  5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik

  6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.

  7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.


    1. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan

Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang


Intervensi keperawatan :

  1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

  2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.

  3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.

  4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

  5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.


    1. Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.

Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi

Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali


Intervensi keperawatan :

  1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.

  2. Observasi adanya distensi perut.

  3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.

  4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces

  5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus


    1. Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan

Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada


Intervensi keperawatan:

  1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal

  2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.

  3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.

  4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine


5.6 Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan

Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

Intervensi keperawatan :

  1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.

  2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit

  3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit

  4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit

  5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

Daftar kepustakaan :


Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.


Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.


Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.


Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.


Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta


Rabu, 24 Juni 2009

laporan kasus kelolaan bab2, bab 3,4,5 asuhan keperawatan maternitas pada BBLR

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram ( WHO, 1961 ). Berat badan pada kehamilan khusus apapun sangat berfariasi dan harus digambarkan pada grafik presentil. Bayi yang berat badannya diatas presentil 90 dinamakan besar untuk umur kehamilan dan yang di bawa presentil 10 dinamakan ringan untuk umur krhamilan. Berdasarkan itu bahwa 10 % semua bayi ringan untuk umur kehamilan. Bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gr pada saat lahir di namakan berat badan lahir rendah

Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya bayi berat badan lahir rendah di bedakan:

Ø Bayi berat lahir rendah , berat lahir 1500 – 2500 gram

Ø Bayi berat lahir sangat rendah, berat lahir kurang dari 1500 gram

Ø Bayi berat lahir eksterem, Berat lahir kurang dari 1000 gram

2.2 ETIOLOGI

Bayi berat lahir rendah mungkin prematur ( kurang bulan ) mungkin juga cukup bulan ( dismatur ).

2.2.1 PREMATUR MURNI

Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamillan atau disebut juga neonatus preterm / BBLR / SMK.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Prematur atau BBLR adalah

1. Faktor Ibu

* Riwayat kelahiran prematur sebelumnya

* Gizi saat hamil kurang

* Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

* Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

* Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)

* Perdarahan antepartum, kelainan uterus, Hidramnion

* Faktor pekerja terlalu berat

* Primigravida

* Ibu muda (<20>

2. Faktor kehamilan

Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil seprti preeklamsia, eklamsi, ketuban pecah dini

3. Faktor janin

Cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan kehamilan ganda., anomali kongenital

4. Faktor kebiasaan : Pekerjaan yang melelahkan, merokok

5. Faktor yang masih belum diketahui.

Karakteristik yang dapat ditemukan pada prematur murni adalah :

1. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm lingkar dada kurang dari 30 cm

2. Gerakan kurang aktif otot masih hipotonis

3. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

4. Kepala lebih besar dari badan rambut tipis dan halus

5. Tulang tulang tengkorak lunak, fontanela besar dan sutura besar

6. Telinga sedikit tulang rawannya dan berbentuk sederhana

7. Jaringan payudara tidak ada dan puting susu kecil

8. Pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnu

9. Kulit tipis dan transparan, lanugo (bulu halus) banyak terutama pada dahi dan pelipis dahi dan lengan

10. Lemak subkutan kurang

11. Genetalia belum sempurna , pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora

12. Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk masih lemah

Bayi prematur mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna . Oleh karena itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR)

2.2.2 DISMATUR

Dismatur (IUGR) adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan .

Menurut Renfield (1975) IUGR dibedakan menjadi dua yaitu

1. Proportionate IUGR

Janin yang menderita distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan bulan sebelum bayi lahir sehingga berat,panjang dada lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya Wasted oleh karena retardasi pada janin terjadi sebelum terbentuknya adipose tissue

2. Disporpotionate IUGR

Trejadi karena distres subakut gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sampai janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak Wasted dengan tanda tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit , kulit kering keriput dan mudah diangkat bayi kelihatan kurus dan lebih panjang

Faktor Faktor yang mempengaruhi BBLR pada Dismatur

1. Faktor ibu : Hipertensi dan penyakit ginjal kronik, perokok, pendrita penyakit diabetes militus yang berat, toksemia, hipoksia ibu, (tinggal didaerah pegunungan , hemoglobinopati, penyakit paru kronik ) gizi buruk, Drug abbuse, peminum alkohol

1. Faktor utery dan plasenta : Kelainan pembuluh darah, (hemangioma) insersi tali pusat yang tidak normal, uterus bicornis, infak plasenta, tranfusi dari kembar yang satu kekembar yang lain, sebagian plasenta lepas

3. Faktor janin : Gemelli, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam kandungan, (toxoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpez, sifillis)

4. Penyebab lain :Keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui

2.4 PENATALAKSANAN

Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinanan yang dapat terjadi pada bayi prematuritas maka perawatan dan pengawasan ditujukan pada pengaturan suhu , pemebrian makanan bayi, Ikterus , pernapasan, hipoglikemi dan menghindari infeksi

1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas /BBLR.

Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermi karena pusat pengaturasn panas belum berfungsi dengan baik metabolisme rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim , apabila tidak ada inkubator bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol berisi air panas sehingga panas badannya dapat dipertahhankan.

2. Makanan bayi premtur.

Alat pencernaan bayi belum sempurna lambung kecil enzim pencrnaan belum matang sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal;/kgBB sehingga pertumbuhan dapat meningkat. Pemberian minumbayi sekitar 3 jam setelahn lahir dan didahului derngan menghisap cairan lambung , reflek masih lemah sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sesikit dengan frekwensi yang lebih sering. Asi merupakan makanan yasng paling utama sehingga ASI lah ynag paling dahulu diberikan, bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diberikan dengan sendok perlahan lahan atau dengan memasang sonde. Permulaan cairan yang diberikan 50- 60 cc/kgBB/hari terus dinaikan sampai mencapai sekitar 200 cc/kfBB/hari

3. Ikterus

Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat

4. pernapasan

Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi usaha pernapasan

5. Hipoglikemi

Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula darah secara teratur

6. Menghindari Infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna . Oleh karena itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR)

2.5 PROGNOSA

Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi , makin tinggi angka kematian ) , asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan interafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan dan pos natal (pengaturan suhun lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain )

Pengamatan Lebih Lanjut

Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya

2.6 Asuhan Keperawatan Pada Neonatus dengan BBLR

2.6.1 Pengkajian

1. Data Subyektif

Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan (Allen Carol V. 1993 : 28).

Data subyektif terdiri dari

Biodata atau identitas pasien :

Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin

Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott Laura A, 1997 : 6).

Riwayat kesehatan

Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus BBLR yaitu:

Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.

Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.

Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.

Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).

Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :

Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.

Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

Riwayat post natal

Yang perlu dikaji antara lain :

Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.

Berat badan lahir : Preterm/BBLR <>³ 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).

Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.

Pola nutrisi

Yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.

Kebutuhan parenteral

Bayi BBLR <>5%

Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

Kebutuhan nutrisi enteral

BB < gram =" 24">

BB 1250-< gram =" 12">

BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

Kebutuhan minum pada neonatus :

Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari

(Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)

Pola eliminasi

Yang perlu dikaji pada neonatus adalah

BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

BAK : frekwensi, jumlah

Latar belakang sosial budaya

Kebudayaan yang berpengaruh terhadap BBLR kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika

Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.

Hubungan psikologis

Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan BBLR karena memerlukan perawatan yang intensif

2. Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)

Keadaan umum

Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.

Tanda-tanda Vital

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh <>°C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh <>°C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).

Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).

Kulit

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

Kepala

Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Mata

Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.

Hidung

terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.

Mulut

Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

Telinga

Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan

Leher

Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

Thorax

Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.

Abdomen

Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.

Umbilikus

Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.

Genitalia

Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

Anus

Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.

Ekstremitas

Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

Refleks

Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).

3. Data Penunjang

Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

Darah : GDA > 20 mg/dl, test kematangan paru, CRP, Hb dan Bilirubin : > 10 mg/dl

2.6.2 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Sign / Symptorn

Kemungkinan Penyebab

Masalah

1. Pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung, cyanosis, ada lendir pada hidung dan mulut, tarikan inter-costal, abnormalitas gas darah arteri.

Produksi surfactan yang belum optimal

Gangguan pertukaran gas

2.Akral dingin, cyanosis pada ekstremmitas, keadaan umum lemah, suhu tubuh dibawah normal

- lapisan lemak dalam kulit tipis

Resiko terjadinya hipotermia

3.Keadaan umum lemah, reflek menghisap lemah, masih terdapat retensi pada sonde

- Reflek menghisap lemah

Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.

4.Suhu tubuh diatas normal, tali pusat layu, ada tanda-tanda infeksi, abnormal kadar leukosit, kulit kuning, riwayat persalinan dengan ketuban mekoncal

- Sistem Imunitas yang belum sempurna

- Ketuban mekonial

- Adanya tali pusat yang belum kering

Resiko terjadinya infeksi

5.Akral dingin

Ekstremitas pucat, cyanosis, hipotermi, distrostik rendah atau dibawah harga normal.

- Metabolisme meningkat

- Intake yang kurang.

Resiko terjadinya hipoglikemia

6.Bayi dirawat di dalam inkubator di ruang intensif, belum ada kontak antara ibu dan bayi

Perawatan intensif

Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi.

2.6.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada neonatus dengan BBLR antara lain:

  1. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan produksi surfactan yang belum optimal.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.

  1. Resiko terjadinya hipoglikemia b/d meningkatnya metabolisme tubuh neonatus
  2. Resiko terjadinya hipotermia b/d lapisan lemak kulit yang tipis
  3. Resiko terjadinya infeksi b/d tali pusat yang belum kering, imunitasyang belum sempurna, ketuban meconial

6. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat terpisah.


2.6.4 Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan BBLR

No

Diagnosa Perawatan

Tujuan dan Kriteria

Intervensi

Rasional

1

Gangguan pertukaran gasb/d produksi surfactan yang belum optimal

Tujuan:

Kebutuhan O2 bayi terpenuhi

Kriteria:

- Pernafasan normal 40-60 kali permenit.

- Pernafasan teratur.

- Tidak cyanosis.

- Wajah dan seluruh tubuh

1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm

1. Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas.

Berwarna kemerahan (pink variable).

- Gas darah normal

PH = 7,35 – 7,45

PCO2 = 35 mm Hg

PO2 = 50 – 90 mmHg

2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.

2. Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna.

3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam

3. Deteksi dini adanya kelainan.

3. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri

4. Mencegah terjadinya hipoglikemia

2.

Resiko terjadinya hipotermi b/d lapisan lemak pada kulit yang masih tipis

Tujuan

Tidak terjadi hipotermia

Kriteria

Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C

Akral hangat

Warna seluruh tubuh kemerahan

. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer

1. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi hangat

2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat.

. Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.

3.Observasi suhu bayi tiap 6 jam.

3. Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia

4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan.

4. Mencegah terjadinya hipoglikemia

3.

Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.

Tujuan:Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria

- Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik.

1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.

1. Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang tepat.

- Berat badan tidak turun lebih dari 10%.

- Retensi tidak ada.

2. Monitor turgor dan mukosa mulut.

2. Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.

3. Monitor intake dan out put.

3. Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance)

4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.

4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.

5. Lakukan control berat badan setiap hari.

5. Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monito

5. Lakukan control berat badan setiap hari.

5. Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monito

4.

Resiko terjadinya infeksi

Tujuan:

Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)

Kriteria

1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan

1. Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.

- Tidak ada tanda-tanda infeksi.

- Tidak ada gangguan fungsi tubuh.

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

2. Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.

3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi)

3. Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi

4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.

4. Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.

5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.

5. Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.

6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal

6. Deteksi dini adanya kelainan

7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.

7. Mencegah terjadinya penularan infeksi.

8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.

8. Mencegah infeksi dari pneumonia

9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP.

9. Sebagai pemeriksaan penunjang

5.

Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat

Tujuan:

Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan.

Kriteria

- Akral hangat

- Tidak cyanosis

- Tidak apnea

- Suhu normal (36,5°C -37,5°C)

1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.

1. Mencega pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put.

- Distrostik normal

(> 40 mg)

2. beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan

2. Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang berlebihan sedangkan suhu lingkungan berpengaruh pada suhu bayi.

3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi)

3. Deteksi dini adanya kelainan.

4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik.

4. Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-kasi yang ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain.

6.

Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.

Tujuan :

Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.

1. Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang.

1. Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan ibu/keluarga.

Kriteria:

- Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi.

2. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.

2. Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.

- Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.

3. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.

3. Ketidaktahuan memperbesar stressor.

4. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).

4. Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.

5. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan.

5. Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang.


2.6.5 Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Santosa NI, 1995).

2.6.6 Tahap Evaluasi

Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995). Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.

BAB 4

PEMBAHASAN

Bab ini akan disajikan tentang kesenjangan antara bab 2 dan bab 3, dengan prinsip pendekatan proses perawatan antara lain:

Pengkajian

Pada bab tinjauan teori penkajian ditekankan pada adanya perubahan suhu, nutrisi, interitas kulit, dan resiko infeksi. Sedangkan pada tinjauan kasus pengkajian yang didapat adalah adanya perubahan resiko perubahan suhu, kurangnya kebutuhan nutrisi, infeksi dan keadaan integritas kulit.

Diagnosa Keperawatan

Pada tinjauan teori di dapatkan enam diagnosa keperawatan yakni :gangguan pertukaran gas, gangguan pemenuhan nutrisi, resiko terjadi hipoglikemia, resiko terjadi hipotermia, resiko terjadi infeksi dan gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi. Sedangkan pada kasus nyata penyusun hanya mendapatkan 4 diagnosa dari klien yakni : gangguan nutrisi, gangguan integritas kulit, resiko hipotermia, dan resiko terjadi infeksi.

Rencana Keperawatan

Pada tinjauan teori rencana keperawatan ditekankan pada nutrisi , termoregulator / lingkungan yang nyaman, dan pelasanaan tindakan septik dan aseptik. Pada tinjauan kasus rencana keperawatan juga ditekankan pada hal tersebut di atas.

Tindakan Keperawatan

Seperti halnya dengan intervensi yang direncanakan pada tinjauan teori, tindakan keperawatan yang dilakukan baik dalan tinjauan teori dan tinjauan kasus adalah nutrisi , termoregulator / lingkungan yang nyaman, dan pelasanaan tindakan septik dan aseptik.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi pada tinjauan kasus ditekankan pada tiap – tiap diagnosa sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan yangtercantum pada tujuan rencana keperawatan. Memang pencapaian tujuan pada bayi dengan BBLR ini harus benar- benar prosedural .

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah membahas mengenai uraian asuhan keperawatan pada neonatus dengan BBLR, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

  1. Dalam melakukan pengkajian pada neonatus dengan BBLR ditekankan pada ditekankan pada adanya perubahan suhu, nutrisi, interitas kulit, dan resiko infeksi
  2. Dalam perencanaan perlu dituliskan target waktu target waktu yang digunakan dalam pelaksanan intervensi disesuaikan dengan keadaan tempat praktek yakni di ruang neonatus sehingga kurang maksimal.
  3. Dalam melakukan pengkajian dan implementasi keperawatan, perawat harus benar-benar prosedural dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi neonatus mengingat bayi BBLR terjadi imaturitas organ.
  4. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada adanya perubahan suhu, nutrisi, interitas kulit, dan resiko infeksi

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas kami memberanikan diri untuk memberikan saran sebagai berikut:

  1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan tidak boleh membeda-bedakan status klien.
  2. Dalam melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan perlu adanya pendekatan dengan klien yaitu; menjalin hubungan saling percaya sehingga klien mau mengungkapkan apa yang dirasakan dan masalah keperawatan yang dihadapi dapat teratasi.
  3. Untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan khususnya pada kasus Bronchitis alergia diruang neonatus hendaknya perawat meningkatkan pengetahuan tentang masalah BBLR

4. Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan neonatus dengan BBLR perawat diharuskan memiliki sikap sabar, sopan, teliti, cermat, mempunyai pengetahuan, wawasan yang luas dan ketrampilan yang memadai.