BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Spritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat (Alimul.2006).
Agama merupakan petunjuk prilaku di dalam agama terdapat ajaran baik dan larangan yang berdampak pada kehidupan dan kesehatan seseorang, contohnya minuman beralkohol sesuatu yang dilarang agama dan akan berdampak pada kesehatan bila dikonsumsi manusia. Agama sebagai sumber dukungan bagi seseorang yang mengalami kelemahan (dalam keadaan sakit) untuk membangkitkan semangat untuk sehat, atau juga dapat mempertahankan kesehatan untuk mencapai kesejahteraan. Sebagi contoh, orang sakit dapat memproleh kekuatan dengan menyerahkan diri atau memohon pertolongan dari tuhannya (Alimul.2006).
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan (Alimul.2006).
Kanker merupakan satu masalah dunia pada dekade terakhir. Pertambahan penduduk, bertambahnya pasangan yang sering melahirkan dan jumlah lanjut usia akan semakin meningkatkan resiko penyakit kanker, kemudian meningkatnya pemakaian obat baru, bahan makanan, kosmetika, gaya hidup serta kebiasaan merokok juga akan mencetuskan terjadinya kanker (Fajarwati, 2007).
Selain itu, kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama dalam Admin, 2007).
Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di Negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Admin, 2007).
Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit (Tjindarbumi dalam Admin, 2007).
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Angka proporsi penyakit 2 kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT, 1980) menjadi 4,3 (SKRT, 1986), 4,4 (SKRT, 1992), dan 5,0 (SKRT, 1995). Data Profil Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994 dari 4,5% menjadi 4,6% (Admin, 2007).
Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700.000 meninggal karenanya (http://www.hompedin.org/download/kanker payudara.pdf.).
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2002, memperkirakan 1,15 juta kasus kanker payudara baru dan kira-kira 411.000 meninggal dunia. Akibat dari kanker payudara dan angka kematian cenderung lebih tinggi di negara-negara dengan GNP tinggi dan lebih rendah di negara-negara dengan GNP rendah. Sebaliknya, angka kematian akibat kanker payudara cenderung lebih tinggi di negara-negara dengan GNP rendah. Kanker payudara pengaruhnya meningkat dari 0,5% menjadi 3% per tahun, dan kasus baru yang didiagnosis pada tahun 2010 akan menjadi 1,4 - 1,5 juta (Smith, dkk, 2006).
Sementara itu, kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di Indonesia (Tjindarbumi, dalam Admin, 2005). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey, dalam Admin, 2005). Data dari Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari 1992- 1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, dalam Admin, 2005).
Kemudian berdasarkan data penelitian laboratorium, perempuan lebih banyak terserang kanker daripada laki-laki (Tjindarbumi, dalam Admin, 2005), salah satu jenis kanker yang banyak ditemukan pada remaja adalah kanker payudara (Cancer control first report, dalam Admin, 2005). Kanker payudara adalah kanker yang banyak menyerang remaja perempuan setelah kanker leher rahim (Data Hispatologi Kanker di Indonesia, dalam Admin, 2005). Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17 (Admin, 2007).
Kanker payudara adalah jenis penyakit yang amat mengerikan. Cara, sikap ataupun reaksi orang dalam menghadapi kanker payudara yang ada pada dirinya berbeda satu sama lain dan individual sifatnya. Hal tersebut tergantung dari seberapa jauh kemampuan si penderita dalam beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang mengancam hidupnya (Hawari, 2004).
Hawari (2004) selanjutnya menambahkan bahwa penyesuaian diri juga tergantung dari pada usia, kematangan emosional, pola perilaku, reaksi emosi dalam menghadapi stres, hubungan kekeluargaan, keadaan sosial, ekonomi, dan pendidikan. Pada wanita dewasa yang menderita kanker payudara mereka lebih mudah beradaptasi terhadap penyakit yang dideritanya karena keadaan emosianal mereka lebih stabil, sebaliknya pada remaja mereka lebih sulit dalam beradaptasi terhadap penyakit yang dideritanya karena keadaan emosianal mereka yang masih labil. Selain itu, kanker payudara merupakan penyakit yang ditakuti oleh semua wanita terutama remaja perempuan, karena dapat menimbulkan kematian bagi penderitanya. Jenis kanker ini juga menimbulkan dampak psikologis yang besar bagi individu penderitanya karena adanya resiko dilakukan operasi pengangkatan payudara bagi si penderita. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Spinetta (dalam Sarafino, 1998) bahwa kehilangan salah satu anggota badan tubuh karena
proses penyembuhan kanker merupakan pengalaman yang traumatik dan memalukan bagi sebagian besar anak dan remaja. Sebagian dari mereka memilih untuk tidak melakukan perawatan daripada menerima salah satu anggota tubuhnya diambil seperti dalam perawatan kanker payudara, karena bagi wanita payudara berfungsi sebagai simbol kewanitaan, keindahan dan merupakan organ seksual sekunder (Gates, dalam Admin, 2005).
Penderita kanker payudara akan merasa shock ketika diberitahu vonis tersebut oleh dokter, karena menurut mereka penyakit tersebut akan menghancurkan masa depannya. Mereka kemudian mengurung diri dan menghukum diri sendiri. Bagi mereka dunia telah berakhir ketika vonis tersebut datang. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hawari (2004) bahwa reaksi emosi yang ditunjukkan oleh individu penderita kanker payudara dibagi dalam 3 tahapan, yaitu : (1) individu akan merasa shock mental manakala diberitahu mengenai penyakitnya, (2) individu diliputi rasa takut (fear) dan depresi (murung), tahap ini biasanya cepat berlalu, (3) individu menunjukkan reaksi emosional penolakan (denial) dan tidak yakin bahwa dirinya mengidap kanker payudara. Pada tahap ini penderita akan panik sehingga melakukan tindakan yang sia-sia. Oleh karena itu, mereka tidak berani melakukan pengobatan karena takut akan terjadi perubahan terhadap bentuk tubuhnya. Perubahan tersebut seperti badan menjadi kurus, takut payudaranya diangkat karena bagi wanita payudara tersebut merupakan kebanggaannya. Mereka bangga jika memiliki payudara yang indah tapi sebaliknya mereka akan merasa shock ketika mengetahui bahwa harapan untuk memiliki payudara tersebut tidak mungkin terlaksana karena adanya kanker pada payudaranya. Menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman, terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Persepsi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat mengubah citra tubuh secara dinamis (Keliat, 1999). Bagi wanita penyakit ini sering menjadi penyebab hilangnya rasa percaya diri, karena bila kanker payudara yang dideritanya telah mencapai stadium lanjut maka ia harus merelakan salah satu payudaranya untuk diangkat, bahkan mungkin kedua–duanya (Utami dan Hasanat, dalam Segran, 2000).
Keadaan semacam ini menurut Gates (dalam Admin, 2005) dapat menimbulkan masalah psikologis seperti rendah diri, merasa tidak lengkap sebagai wanita, dan pandangan–pandangan negatif lain tentang dirinya yang berdampak pada hubungan sosial dengan orang lain. Selanjutnya keadaan tersebut juga akan menimbulkan banyak permasalahan terutama yang berhubungan dengan tingkah laku dan emosi serta keuangan keluarga. Permasalahan tersebut menyebabkan individu mengalami kondisi yang tertekan yang berasal dari dalam diri individu penderita kanker payudara sendiri sehingga akan menimbulkan cara atau usaha untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang menimpa dirinya. Usaha-usaha tersebut disebut dengan perilaku koping. Koping dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu dalam
situasi yang penuh tekanan (Solomon, dkk, 1998).
Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang berfungsi memecahkan, mengurangi dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan (Hapsari, dkk, 2002). Perilaku koping merupakan terjemahan dari coping behavior yang dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku menghadapi masalah, tekanan atau tantangan. Perilaku koping berkaitan dengan bentuk-bentuk usaha yang dilakukan individu untuk melindungi diri dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh problematika. Dewasa ini proses koping terhadap suatu permasalahan yang dihadapi individu menjadi pedoman untuk menghadapi reaksi stres. Koping terhadap stress pada dewasa lebih mendapat perhatian dibandingkan pada masa anak-anak atau remaja, hal ini disebabkan karena tidak adanya model perkembangan tentang koping semasa anak-anak dan remaja (Smet, 1994).
Umumnya koping terjadi secara otomatis begitu individu merasakan adanya situasi yang menekan atau mengancam, maka individu dituntut untuk sesegera mungkin mengatasi ketegangan yang dialaminya. Individu akan melalui evaluasi untuk seterusnya memutuskan perilaku koping apa yang seharusnya ditampilkan. Perilaku koping yang dilakukan sangat bervariasi antara individu satu dengan individu lainnya. Individu akan memberikan penilaian yang berbeda terhadap situasi atau permasalahan tertentu. Individu akan memberikan penilaian positif atau negative pada kondisi dan situasi yang sama. Perbedaan dalam penilaian selanjutnya akan mempengaruhi perbedaan dalam menilai strategi menghadapi masalah yang akan digunakan. Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin dapat mengubah situasi (Smet, 1994).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengajukan permasalahan yaitu : (1) bentuk koping seperti apa yang digunakan oleh penderita kanker payudara setelah diberi pemahaman tentang kebutuhan spritualis, (2) bagaimana pengaruh kebutuhan spritualis terhadap koping penderita kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis, dan (3) factor-faktor apa yang mempengaruhi psikologis pada penderita kanker payudara memilih kebutuhan spritualis untuk menyelesaikan tekanan yang dihadapinya. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebutuhan Spritualis Terhadap Koping Pasien Kanker PayuDara (Ca Mammae) yang Mengalami Gangguan Psikologis di RSUD Praya Lombok Tengah”.
B. Rumusan Masalah
“apakah ada pengaruh kebutuhan spritualis terhadap koping pasien kanker payudara (ca mammae) yang mengalami gangguan psikologis di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk koping yang digunakan oleh individu yang memiliki kanker payudara setelah diberikan pemahaman tentang kebutuhan spritualis..
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kebutuhan spritualis pada koping penderita kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi psikologis pada penderita kanker payudara memilih kebutuhan spritualis dalam menyelesaikan tekanan yang dihadapinya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu penyembuhan spritualis tinjauan bagi psikologis individu yang memiliki kanker payudara.
2. Secara praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada subjek penelitian serta individu lain yang memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan subjek penelitian mengenai pentingnya melakukan kebutuhan spritualis dalam menyelesaikan masalah atau tekanan yang dihadapinya, sehingga diharapkan individu mampu menghadapi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dan dapat memaknai kejadian tersebut sebagai sarana penemuan bentuk koping yang tepat bagi dirinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi keluarga subjek agar dapat membantu anggota keluarganya menyelesaikan masalah-masalah atau tekanan-tekanan dalam menjalani hidup dengan kanker payudara.
c. Yayasan yang berkecimpung dalam dunia kanker, terutama kanker payudara untuk dapat memberikan motivasi bagi penderita kanker payudara berupa pemahaman-pemahaman spritualis sehingga kondisi psikologis pasien dalam keadaan normal.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian Sebelumnya :
Hubungan prilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien kanker payudara yang dirawat di ruang perawatan bedah Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar.
Penelitian Sekarang :
Pengaruh kebutuhan spritualis terhadap koping pasien kanker payudara (ca mammae) yang mengalami gangguan psikologis yang di rawat di ruang perawatan bedah Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Pengertian Spritualitas
Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat (Alimul.2006).
Hubungan keyakinan dengan pelayanan kesehatan
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien kritis atau menjelang ajal.
Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan
Perkembangan spiritual
Perkembangan spiritual seseorang menurut westerhoff’s dibagi ke dalam empat tingkatan berdasarkan kategori umur, yaitu :
1.Usia anak-anak, merupakan kepercayaan berdasarkan pengalaman. Prilaku yang didapat antara lain : adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Pada masa ini, anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar.Kepercayaan atu keyakinan yang ada pada massa ini mungkin hanya mengikuti ritual atau meniru orang lain. Pada masa prasekolah, kegiatan keagamaan belum bermakna pada dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh aktivitas keagamaan orang disekelilingnya. Pada masa ini anak-anak biasanya sudah mulai bertanya tentang pencipta, arti doa, serta mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.
2.Usia remaja akhir, merupakan tahap perkumpulan kepercayaan yang ditandai dengan adanya partisipasi aktif pada aktivitas keagamaan. Pengalaman dan rasa takjub membuat mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan keyakinannnya. Perkembangan spiritual pada masa ini sudah mulai keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritual seperti keinginan memulai meminta atau berdoa pada penciptannya, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, maka akan timbul kekecewaan.
3.Usia awal dewasa, merupakan masa pencarian kepercayaan dini, diawali dengan proses pertanyaan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan dengan kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini pemikirannya sudah bersifat rasional dan keyakinan atau kepercayaan terus dikaitkan dengan rasional. Pada masa ini, timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaannnya.
4.Usia pertengahan dewasa, merupakan tingkatan kepercayaan dari diri sendiri, perkembangan ini diawali dengan semakin kuatnya kepercayaan diri yang dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya.
Pengertian koping
Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang berfungsi memecahkan, mengurangi dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan.
Perilaku koping merupakan terjemahan dari coping behavior yang dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku menghadapi masalah, tekanan atau tantangan.
Perilaku koping berkaitan dengan bentuk-bentuk usaha yang dilakukan individu untuk melindungi diri dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh problematika.
B. Kerangka Konsep
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
C. Hipotesa Penelitian
Hipotesa penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah
Ha : ada pengaruh pemenuhan kebutuhan spitualis terhadap koping pada paien kaker payudara yang mengalami gangguan psikologis di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah pasien kanker payudara yang mengalami gangguan psikologi di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daeah Paya Lombok Tengah.
B. Rancangan Penelitian
Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional dimana penelitian melakukan observasi atau pengukuran variable independen sesaat.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis di RSUD praya Lombok Tengah, dari tanggal 20 Agustus 2009 sampai dengan 20 September 2009.
Sampel Dalam penelitian ini sama dengan populasi
D. Tekhnik Pengolahan Data
Pedoman Observasi, yaitu dengan mengamati pasien kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis dan memberikan lembar observasi tentang psikologis pasien.
Pedoman koesioner, yaitu memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan psikologis pasien
E. Tekhnik Analisa Data
Data dari kuesioner di olah dengan tahapan sebagai berikut yaitu : memeriksa data, member kode sesuai hasil koesioner dan observasi, kemudian dianalisis dengan mencari nilai dari jumlah kuesioner dan observasi responden.
E. Idientifikasi Vaiabel dan Definisi Oprasional
no
variabel
Devinisi oprasional
Parameter
Alat
ukur
skala
Hasil ukur
1
Variabel independent: pemenuhan kebutuhan spritualis
Kebutuhan spiritual sesuatu yang diper cayai oleh seseorang dalam hubu ngannya de ngan kekua tan yang lebih ting gi (Tuhan, yang menim bulkan sua tu kebutu han serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesa lahan yang per nah diper buat
2
Variabel dependen koping pasien kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis
Koping meru pakan reak si terhadap tekanan yang berfu ngsi meme cahkan, me ngurangi dan meng gantikan kondisi yang penuh tekanan