gde_kerta _bloger
Beberapa kumpulan materi keperawatan yang ada pada perkuliahan kesehatan secara umum.
Selasa, 13 Oktober 2009
Asuhan keperawatan pneumonia
I. Pengertian.
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam, seperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing (Ngastiyah, 1997).
Menurut Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, 1994 pneumonia adalah radang pada parenkim paru.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Pneumonia adalah keradangan dari parenkim paru di mana asinus terisi dengan cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli dan rongga intestinum (Amin & Al sagaff, 1989).
Pneumonia adalah Suatu radang paru-paru yang ditandai oleh adanya konsolidasi exudat yang mengisi alveoli dan bronchiolus ( Axton ).
II. Etiologi.
1. Bakteri : Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia, dimana pada anak-anak serotipe 14, 1, 6, dan 9, Streptokokus dimana pada anak-anak dan bersifat progresif, Stafilokokus, H. Influenza, Klebsiela, M. Tuberkulosis, Mikoplasma pneumonia.
2. Virus : Virus adeno, Virus parainfluenza, Virus influenza, Virus respiratori sinsisial.
3. Jamur : Kandida, Histoplasma, Koksidioides.
4. Protozoa : Pneumokistis karinii.
5. Bahan kimia :
a. Aspirasi makanan/susu/isi lambung
b. Keracunan hidrokarbon (minyak tanah, bensin, dan sebagainya).
III. Tanda dan Gejala
Sesak Nafas
Batuk nonproduktif
Ingus (nasal discharge)
Suara napas lemah
Retraksi intercosta
Penggunaan otot bantu nafas.
Frekuensi napas : umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt a/ lebih
• umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt a/ lebih
• umur < 2 bulan 60 x/mnt.
Demam
Ronchii
Cyanosis
Leukositosis
Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
Mual sampai muntah, kadang-kadang perut kembung
IV. Patofisiologi
NORMAL
(Sistem Pertahanan)
Terganggu
Organisme ® sal nafas bag bawah
Virus neumokokus Stapilokokus
Merusak sel epitel bersilia, Alveoli Toksin, Coagulase
sel goblet
Eksudat masuk Trombus
Kuman patogen mencapai ke Alveoli
bronkioli terminalis
Cairan edema + leukosit Sel darah merah, Permukaan
ke alveol leukosit, pneumokokus pleura tertutup
mengisi alvioli lapisan tebal eksudat.
Konsilidasi Paru Leukosit + Fibrin Trombus Vena
Mengalami konsolidasi Pulmonalis
Kapasitas Vital, Leukositosis Nekrosis
Compliance menurun, Hemoragik
Pneumatocele.
V. Penatalaksanaan.
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
1. Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat diketahui kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
Atau kombinasi :
Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
Atau kombinasi :
Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sda).
2. Umur <3 bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus atau Entero bacteriaceae.
Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Atau kombinasi :
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau penderita immunocompromized.
3. Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh :
Streptokokus pneumonia :
- Penisilin prokain IM atau
- Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
- Eritromisin (dosis sda) atau
- Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda).
4. Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi apakah perlu dipilih antibiotic lain.
5. Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada :
- kemajuan klinis penderita
- jenis kuman penyebab
Indikasi rawat inap :
1. Ada kesukaran napas, toksis.
2. Sianosis
3. Umur kurang dari 6 bulan
4. Adanya penyulit seperti empiema
5. Diduga infeksi Stafilokokus
6. Perawatan di rumah kurang baik.
Pengobatan simptomatis :
1. Zat asam dan uap.
2. Ekspetoran bila perlu
Fisioterapi :
1. Postural drainase.
2. Fisioterapi dengan menepuk-nepuk.
Asuhan Keperawatan.
A. Pengkajian keperawatan.
1. Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
3. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
4. Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
d. Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum.
5. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m dengan pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan fungsi paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat menentukan/mencari etiologinya. Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk melihat :
• Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
• Luas daerah paru yang terkena.
• Evaluasi pengobatan
Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau beberapa lobur.
Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.
6. Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).
B. Diagnosa keperawatan.
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. produk mukus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif.
2. Gangguan pertukaran gas b. d. peerubahan membrane alveolar.
3. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake inadekuat.
4. Hipertermi b.d proses inflamasi paru
C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. produk mukus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif.
Jalan napas pasien akan paten dengan kriteria hasil jalan napas bersih, batuk hilang, x ray bersih, RR 15 – 35 X/menit.
1. Auskultasi bunyi napas
2. Kaji karakteristik secret
3. Beri posisi untuk pernapasan yang optimal yaitu 35-45 derajat
4. Lakukan nebulizer, dan fisioterapi napas
5. Beri agen antiinfeksi sesuai order
6. Berikan cairan per oral atau iv line sesuai usia anak.
Rasional
1.Menetukan adekuatnya pertukran gas dan luasnya obstruksi akibat mucus.
2.Infeksi ditandai dengan secret tebal dan kekuningan
3.Meningkatkan pngembangan diafragma
4.Nebulizer membantu menghangatkan dan mengencerkan secret. Fisioterapi membantu merontokan secret untuk dikeluarkan.
5.Menghambat pertumbuhan mikoroorganisme
6.Cairan adekuat membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
Gangguan pertukaran gas b. d. peerubahan membrane alveolar.
Pertukaran gas normal bagi pasien dengan criteria PaO2 = 80-100 mmHg, pH darah 7,35-7,45 dan bunyi napas bersih.
1. Kaji tingkat kesadaran
2. Observasi warna kulit dan capillary refill
3. Monitor ABGs
4. Atur oksigen sesuai order
5. Kurangi aktivitas anak
rasional
1.Tanda ini menunjukkan hipoksia
2.Menentukan adekuatnya sirkulasi dimana penting untuk pertukaran gas ke jaringan
3.Deteksi jumlah Hb yang ada dan adanya infeksi
4.Meningkatkan pertukaran gas dan mengurangi kerja pernapasan
5.Mengurangi kebutuhan akan oksigen
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake inadekuat.
Stauts nutrisi dalam batas normal dengan criteria BB bertambah 1 kg/minggu, tidak pucat, anoreksia hilang, bibir lembab
1 Auskultasi bunyi usus
2 Kaji kebutuhan harian anak
3 Ukur lingkat lengan, ketebalan trisep
4 Timbang berat badan setiap hari.
5 Berikan diet pada anak sesuai kebutuhannya
rasional
1.Mendokumentasikan peristaltis usus yang dibutuhkan untuk digesti.
2.Membantu menetapkan diet individu anak
3.Hal ini menentukan penyimpanan lemak dan protein.
4.Nutrisi meningkat akan mengakibatkan peningkatan berat badan.
5.Memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Hipertermi b.d proses inflamasi paru
Suhu tubuh dalam batas normal dengan criteria hasil suhu 372 0C, kulit hangat dan lembab, membrane mukosa lembab. 1. Ukur suhu tubuh setiap 4 jam
2. Monitor jumlah WBC
3. Atur agen antipiretik sesuai order.
4. Tingkatkan sirkulasi ruangan dengan kipas angina.
5. Berikan kompres air biasa
Rasional
1.Indikasi jika ada demam
2.Leukositosis indikasi suatu peradangan dan atau proses infeksi
3.Megnurangi demam dengan bertindak pada hipotalamus
4.Memfasilitasi kehlangan panas lewat konveksi
5.Memfasilitasi kehilangan panas lewat konduksi
D. Implementasi
Merupakan pelaksanaan dari rencana atau intervernsi keperawatan dilapangan atau pada saat melakukan praktekum.
E. Evaluasi
Merupakan hasil dan respon dari pasien setelah diberikan implementasi atau tindakan melalui SOAP.
S : data yang dapat ditanyakan dari keadaan keluhan dari pasien
O : data yang dapat dilihat oleh perawat
A : masalah dari pasien apakah sudah teratasi atau belum teratasi.
P : kelanjutan dari tindakan atau intervensi yang akan dilakukan
Daftar Pustaka
Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Rabu, 19 Agustus 2009
proposal pengaruh pemenuhan kebutuhanspritualis terhadap koping pada pasien ca mammae yang mengalami gangguan psikologis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Spritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat (Alimul.2006).
Agama merupakan petunjuk prilaku di dalam agama terdapat ajaran baik dan larangan yang berdampak pada kehidupan dan kesehatan seseorang, contohnya minuman beralkohol sesuatu yang dilarang agama dan akan berdampak pada kesehatan bila dikonsumsi manusia. Agama sebagai sumber dukungan bagi seseorang yang mengalami kelemahan (dalam keadaan sakit) untuk membangkitkan semangat untuk sehat, atau juga dapat mempertahankan kesehatan untuk mencapai kesejahteraan. Sebagi contoh, orang sakit dapat memproleh kekuatan dengan menyerahkan diri atau memohon pertolongan dari tuhannya (Alimul.2006).
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan (Alimul.2006).
Kanker merupakan satu masalah dunia pada dekade terakhir. Pertambahan penduduk, bertambahnya pasangan yang sering melahirkan dan jumlah lanjut usia akan semakin meningkatkan resiko penyakit kanker, kemudian meningkatnya pemakaian obat baru, bahan makanan, kosmetika, gaya hidup serta kebiasaan merokok juga akan mencetuskan terjadinya kanker (Fajarwati, 2007).
Selain itu, kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama dalam Admin, 2007).
Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di Negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Admin, 2007).
Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit (Tjindarbumi dalam Admin, 2007).
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Angka proporsi penyakit 2 kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT, 1980) menjadi 4,3 (SKRT, 1986), 4,4 (SKRT, 1992), dan 5,0 (SKRT, 1995). Data Profil Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994 dari 4,5% menjadi 4,6% (Admin, 2007).
Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700.000 meninggal karenanya (http://www.hompedin.org/download/kanker payudara.pdf.).
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2002, memperkirakan 1,15 juta kasus kanker payudara baru dan kira-kira 411.000 meninggal dunia. Akibat dari kanker payudara dan angka kematian cenderung lebih tinggi di negara-negara dengan GNP tinggi dan lebih rendah di negara-negara dengan GNP rendah. Sebaliknya, angka kematian akibat kanker payudara cenderung lebih tinggi di negara-negara dengan GNP rendah. Kanker payudara pengaruhnya meningkat dari 0,5% menjadi 3% per tahun, dan kasus baru yang didiagnosis pada tahun 2010 akan menjadi 1,4 - 1,5 juta (Smith, dkk, 2006).
Sementara itu, kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di Indonesia (Tjindarbumi, dalam Admin, 2005). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey, dalam Admin, 2005). Data dari Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari 1992- 1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, dalam Admin, 2005).
Kemudian berdasarkan data penelitian laboratorium, perempuan lebih banyak terserang kanker daripada laki-laki (Tjindarbumi, dalam Admin, 2005), salah satu jenis kanker yang banyak ditemukan pada remaja adalah kanker payudara (Cancer control first report, dalam Admin, 2005). Kanker payudara adalah kanker yang banyak menyerang remaja perempuan setelah kanker leher rahim (Data Hispatologi Kanker di Indonesia, dalam Admin, 2005). Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17 (Admin, 2007).
Kanker payudara adalah jenis penyakit yang amat mengerikan. Cara, sikap ataupun reaksi orang dalam menghadapi kanker payudara yang ada pada dirinya berbeda satu sama lain dan individual sifatnya. Hal tersebut tergantung dari seberapa jauh kemampuan si penderita dalam beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang mengancam hidupnya (Hawari, 2004).
Hawari (2004) selanjutnya menambahkan bahwa penyesuaian diri juga tergantung dari pada usia, kematangan emosional, pola perilaku, reaksi emosi dalam menghadapi stres, hubungan kekeluargaan, keadaan sosial, ekonomi, dan pendidikan. Pada wanita dewasa yang menderita kanker payudara mereka lebih mudah beradaptasi terhadap penyakit yang dideritanya karena keadaan emosianal mereka lebih stabil, sebaliknya pada remaja mereka lebih sulit dalam beradaptasi terhadap penyakit yang dideritanya karena keadaan emosianal mereka yang masih labil. Selain itu, kanker payudara merupakan penyakit yang ditakuti oleh semua wanita terutama remaja perempuan, karena dapat menimbulkan kematian bagi penderitanya. Jenis kanker ini juga menimbulkan dampak psikologis yang besar bagi individu penderitanya karena adanya resiko dilakukan operasi pengangkatan payudara bagi si penderita. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Spinetta (dalam Sarafino, 1998) bahwa kehilangan salah satu anggota badan tubuh karena
proses penyembuhan kanker merupakan pengalaman yang traumatik dan memalukan bagi sebagian besar anak dan remaja. Sebagian dari mereka memilih untuk tidak melakukan perawatan daripada menerima salah satu anggota tubuhnya diambil seperti dalam perawatan kanker payudara, karena bagi wanita payudara berfungsi sebagai simbol kewanitaan, keindahan dan merupakan organ seksual sekunder (Gates, dalam Admin, 2005).
Penderita kanker payudara akan merasa shock ketika diberitahu vonis tersebut oleh dokter, karena menurut mereka penyakit tersebut akan menghancurkan masa depannya. Mereka kemudian mengurung diri dan menghukum diri sendiri. Bagi mereka dunia telah berakhir ketika vonis tersebut datang. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hawari (2004) bahwa reaksi emosi yang ditunjukkan oleh individu penderita kanker payudara dibagi dalam 3 tahapan, yaitu : (1) individu akan merasa shock mental manakala diberitahu mengenai penyakitnya, (2) individu diliputi rasa takut (fear) dan depresi (murung), tahap ini biasanya cepat berlalu, (3) individu menunjukkan reaksi emosional penolakan (denial) dan tidak yakin bahwa dirinya mengidap kanker payudara. Pada tahap ini penderita akan panik sehingga melakukan tindakan yang sia-sia. Oleh karena itu, mereka tidak berani melakukan pengobatan karena takut akan terjadi perubahan terhadap bentuk tubuhnya. Perubahan tersebut seperti badan menjadi kurus, takut payudaranya diangkat karena bagi wanita payudara tersebut merupakan kebanggaannya. Mereka bangga jika memiliki payudara yang indah tapi sebaliknya mereka akan merasa shock ketika mengetahui bahwa harapan untuk memiliki payudara tersebut tidak mungkin terlaksana karena adanya kanker pada payudaranya. Menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman, terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Persepsi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat mengubah citra tubuh secara dinamis (Keliat, 1999). Bagi wanita penyakit ini sering menjadi penyebab hilangnya rasa percaya diri, karena bila kanker payudara yang dideritanya telah mencapai stadium lanjut maka ia harus merelakan salah satu payudaranya untuk diangkat, bahkan mungkin kedua–duanya (Utami dan Hasanat, dalam Segran, 2000).
Keadaan semacam ini menurut Gates (dalam Admin, 2005) dapat menimbulkan masalah psikologis seperti rendah diri, merasa tidak lengkap sebagai wanita, dan pandangan–pandangan negatif lain tentang dirinya yang berdampak pada hubungan sosial dengan orang lain. Selanjutnya keadaan tersebut juga akan menimbulkan banyak permasalahan terutama yang berhubungan dengan tingkah laku dan emosi serta keuangan keluarga. Permasalahan tersebut menyebabkan individu mengalami kondisi yang tertekan yang berasal dari dalam diri individu penderita kanker payudara sendiri sehingga akan menimbulkan cara atau usaha untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang menimpa dirinya. Usaha-usaha tersebut disebut dengan perilaku koping. Koping dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu dalam
situasi yang penuh tekanan (Solomon, dkk, 1998).
Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang berfungsi memecahkan, mengurangi dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan (Hapsari, dkk, 2002). Perilaku koping merupakan terjemahan dari coping behavior yang dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku menghadapi masalah, tekanan atau tantangan. Perilaku koping berkaitan dengan bentuk-bentuk usaha yang dilakukan individu untuk melindungi diri dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh problematika. Dewasa ini proses koping terhadap suatu permasalahan yang dihadapi individu menjadi pedoman untuk menghadapi reaksi stres. Koping terhadap stress pada dewasa lebih mendapat perhatian dibandingkan pada masa anak-anak atau remaja, hal ini disebabkan karena tidak adanya model perkembangan tentang koping semasa anak-anak dan remaja (Smet, 1994).
Umumnya koping terjadi secara otomatis begitu individu merasakan adanya situasi yang menekan atau mengancam, maka individu dituntut untuk sesegera mungkin mengatasi ketegangan yang dialaminya. Individu akan melalui evaluasi untuk seterusnya memutuskan perilaku koping apa yang seharusnya ditampilkan. Perilaku koping yang dilakukan sangat bervariasi antara individu satu dengan individu lainnya. Individu akan memberikan penilaian yang berbeda terhadap situasi atau permasalahan tertentu. Individu akan memberikan penilaian positif atau negative pada kondisi dan situasi yang sama. Perbedaan dalam penilaian selanjutnya akan mempengaruhi perbedaan dalam menilai strategi menghadapi masalah yang akan digunakan. Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin dapat mengubah situasi (Smet, 1994).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengajukan permasalahan yaitu : (1) bentuk koping seperti apa yang digunakan oleh penderita kanker payudara setelah diberi pemahaman tentang kebutuhan spritualis, (2) bagaimana pengaruh kebutuhan spritualis terhadap koping penderita kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis, dan (3) factor-faktor apa yang mempengaruhi psikologis pada penderita kanker payudara memilih kebutuhan spritualis untuk menyelesaikan tekanan yang dihadapinya. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebutuhan Spritualis Terhadap Koping Pasien Kanker PayuDara (Ca Mammae) yang Mengalami Gangguan Psikologis di RSUD Praya Lombok Tengah”.
B. Rumusan Masalah
“apakah ada pengaruh kebutuhan spritualis terhadap koping pasien kanker payudara (ca mammae) yang mengalami gangguan psikologis di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk koping yang digunakan oleh individu yang memiliki kanker payudara setelah diberikan pemahaman tentang kebutuhan spritualis..
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kebutuhan spritualis pada koping penderita kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi psikologis pada penderita kanker payudara memilih kebutuhan spritualis dalam menyelesaikan tekanan yang dihadapinya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu penyembuhan spritualis tinjauan bagi psikologis individu yang memiliki kanker payudara.
2. Secara praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada subjek penelitian serta individu lain yang memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan subjek penelitian mengenai pentingnya melakukan kebutuhan spritualis dalam menyelesaikan masalah atau tekanan yang dihadapinya, sehingga diharapkan individu mampu menghadapi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dan dapat memaknai kejadian tersebut sebagai sarana penemuan bentuk koping yang tepat bagi dirinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi keluarga subjek agar dapat membantu anggota keluarganya menyelesaikan masalah-masalah atau tekanan-tekanan dalam menjalani hidup dengan kanker payudara.
c. Yayasan yang berkecimpung dalam dunia kanker, terutama kanker payudara untuk dapat memberikan motivasi bagi penderita kanker payudara berupa pemahaman-pemahaman spritualis sehingga kondisi psikologis pasien dalam keadaan normal.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian Sebelumnya :
Hubungan prilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien kanker payudara yang dirawat di ruang perawatan bedah Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar.
Penelitian Sekarang :
Pengaruh kebutuhan spritualis terhadap koping pasien kanker payudara (ca mammae) yang mengalami gangguan psikologis yang di rawat di ruang perawatan bedah Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Pengertian Spritualitas
Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat (Alimul.2006).
Hubungan keyakinan dengan pelayanan kesehatan
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien kritis atau menjelang ajal.
Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan
Perkembangan spiritual
Perkembangan spiritual seseorang menurut westerhoff’s dibagi ke dalam empat tingkatan berdasarkan kategori umur, yaitu :
1.Usia anak-anak, merupakan kepercayaan berdasarkan pengalaman. Prilaku yang didapat antara lain : adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Pada masa ini, anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar.Kepercayaan atu keyakinan yang ada pada massa ini mungkin hanya mengikuti ritual atau meniru orang lain. Pada masa prasekolah, kegiatan keagamaan belum bermakna pada dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh aktivitas keagamaan orang disekelilingnya. Pada masa ini anak-anak biasanya sudah mulai bertanya tentang pencipta, arti doa, serta mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.
2.Usia remaja akhir, merupakan tahap perkumpulan kepercayaan yang ditandai dengan adanya partisipasi aktif pada aktivitas keagamaan. Pengalaman dan rasa takjub membuat mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan keyakinannnya. Perkembangan spiritual pada masa ini sudah mulai keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritual seperti keinginan memulai meminta atau berdoa pada penciptannya, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, maka akan timbul kekecewaan.
3.Usia awal dewasa, merupakan masa pencarian kepercayaan dini, diawali dengan proses pertanyaan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan dengan kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini pemikirannya sudah bersifat rasional dan keyakinan atau kepercayaan terus dikaitkan dengan rasional. Pada masa ini, timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaannnya.
4.Usia pertengahan dewasa, merupakan tingkatan kepercayaan dari diri sendiri, perkembangan ini diawali dengan semakin kuatnya kepercayaan diri yang dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya.
Pengertian koping
Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang berfungsi memecahkan, mengurangi dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan.
Perilaku koping merupakan terjemahan dari coping behavior yang dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku menghadapi masalah, tekanan atau tantangan.
Perilaku koping berkaitan dengan bentuk-bentuk usaha yang dilakukan individu untuk melindungi diri dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh problematika.
B. Kerangka Konsep
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
C. Hipotesa Penelitian
Hipotesa penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah
Ha : ada pengaruh pemenuhan kebutuhan spitualis terhadap koping pada paien kaker payudara yang mengalami gangguan psikologis di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah pasien kanker payudara yang mengalami gangguan psikologi di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daeah Paya Lombok Tengah.
B. Rancangan Penelitian
Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional dimana penelitian melakukan observasi atau pengukuran variable independen sesaat.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis di RSUD praya Lombok Tengah, dari tanggal 20 Agustus 2009 sampai dengan 20 September 2009.
Sampel Dalam penelitian ini sama dengan populasi
D. Tekhnik Pengolahan Data
Pedoman Observasi, yaitu dengan mengamati pasien kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis dan memberikan lembar observasi tentang psikologis pasien.
Pedoman koesioner, yaitu memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan psikologis pasien
E. Tekhnik Analisa Data
Data dari kuesioner di olah dengan tahapan sebagai berikut yaitu : memeriksa data, member kode sesuai hasil koesioner dan observasi, kemudian dianalisis dengan mencari nilai dari jumlah kuesioner dan observasi responden.
E. Idientifikasi Vaiabel dan Definisi Oprasional
no
variabel
Devinisi oprasional
Parameter
Alat
ukur
skala
Hasil ukur
1
Variabel independent: pemenuhan kebutuhan spritualis
Kebutuhan spiritual sesuatu yang diper cayai oleh seseorang dalam hubu ngannya de ngan kekua tan yang lebih ting gi (Tuhan, yang menim bulkan sua tu kebutu han serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesa lahan yang per nah diper buat
2
Variabel dependen koping pasien kanker payudara yang mengalami gangguan psikologis
Koping meru pakan reak si terhadap tekanan yang berfu ngsi meme cahkan, me ngurangi dan meng gantikan kondisi yang penuh tekanan
anging proses, keperawatan gerontik, teori proses menua
1.Pengertian
Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tidak terhindarkan dengan karakteristik menurunya interaksi antara lanjut usia dengan yang lain disekitarnya. Individu yang diberi kesempatan untuk mempersilahkan dirinya menghadapi ketidakmampuan dan bahkan kematian (Cox, 1984)
2.Teori Proses Menua
Proses penuan merupakan proses secara berangsur yang mengakibatkan perubahan secara kumulatif dan merupakan perubahan serta berakhir dengan kematian.
Teori biologi tentang penuaan dibagi menjadi :
a.Teori instrik
Perubahan yang berkaitan dengan usia lanjut timbul akibat penyebab dalam diri sendiri.
b.Teori Ekstriksi
Perubahan terjadi di akibatkan pengaruh lingkungan. Perubahan yang berkaitan dengan usia lanjut timbul dalam penyebab diri sendiri dapat berupa :
a)Toeri Genetik Clock atau Teori Genetik dan mutasi
Teori tersebut mengatakan bahwa menua telah terprogram secara genetic untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam nucleus (inti sel) satu jam genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan akan meghentikan replikasi sel bila tidak diputar. Jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun menjadi lemah dan sakit.
b)Teori Imunologi Slow Virus
System imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
c)Teori Stress
Menua menjadi atau terjadi akibat hilangnya sel-sel yang bias digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress, menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
d)Teori Terprogram
Teori yang menua terprogram, sel tubuh manusia hanya dapat membagi diri sebanyak satu kali. Artinya kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
e)Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua /usang reaksi kimianya menyebabakan ikatan yang kuat. Khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini meyebabkan kurang elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
Perubahan Biologi Yang Berasal Dari Luar Atau Ekstrinsik
1.Teori Radikal
radikal bebas dapat berbentuk didalam badan, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom), mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat beregenerasi.
2.Teori Mutasi Sematik
menurut teori ini factor lingkungan menyebabkan mutasi sematik, sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadi mutasi yang progresif pada DNA sel sematik akan menyebabkan terjadinaya penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebagai salah satu hipotesi yang berhubungan dengan mutasi sel sematik adalah hipotesis error catasrop.
3.Teori Social
salah satu teori social yang berkenan dengan proses openurunan adalah teori pembebasan. Teori tersebut menerangkan bahwa dengan berubahnya usia seseorang secara berangsur-angsur mulai melepas diri dari kehidupan social. Keadaan ini memagkibatkan interaksi social lansia menurun baik secara kualifikasi maupun kuantitatif.
3.Teori Psikologi
a.Teori Tugas Perkembangan
Menurut Hang Kerst (1992) bahwa setiap individu harus memperhatikan tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang spesifik ini tergantung pada manutrasi fisik. Penghargaan cultural masyarakat dari nilai serta aspirasi individu.
Tugas perkembangan pada dewasa tua meliputi penerimaan adanya penurunan kekuatan fisik dan kesalahan. Penerimaan adanya kematian dari pasanganya dan orang-orang yang berarti bagi dirinya. Mempertahankan hubungan dengan grup yang seusianya, adopsi dan adaptasi dengan peran social secara fleksibel dan mempertahankan kehidupan secara memuaskan.
b.Kepribadian Selanjutnya
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berupa pada lansia. Teori ini merupakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.
c.Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketuaan (Nugroho,2000) adalah
Herediter
Nutrisi
Status kesehatan
Pengalaman hidup
Lingkungan
Stress
Perubahan fisik pada proses penuaan
Penelitian menyakini bahwa kita dialhirkan dengan jam biologis, jam ini di program untuk rentang hidup yang sudah ditetapkan, kecelakaan dan proses penyakit dengan beranjaknya usia, perubahan yang terjadi secara bertahap menjadi semakin nyata. Perubahan tertentu terjadi disemua system tubuh. Perubahan ini tidak perlu terjadi bersamaan disetiap system.
Rabu, 01 Juli 2009
liburan di pulau lombok-sumbawa (NTB)
| ||||||||||||||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||||||||||||||
This is the offical site of ISLAND PROMOTIONS ©2006-2006 ISLAND PROMOTIONS. All Rights Reserved. All content on this site is the property of ISLAND PROMOTIONS. Information herein was correct at the time of input however maybe subject to change. Site design, hosting and internet marketing by Bali web design | ||||||||||||||||||||||||||||||
Senin, 29 Juni 2009
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS
Pengertian
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).
Patofisiologis dikaitkan dengan KDM
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang
Jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga
Mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif
Dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar,
Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan
Peredaran darah
Blok syaraf parasimpatis pelepasan mediator kimia kelumpuhan
Kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi
Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi
rektum, kandung kemih
Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri
oksigen nyeri terus, Dan potensial
komplikasi Hipotensi, gangguan eliminasi
bradikardia
Data fokus.
Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat
Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang
Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.
Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.
Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.
Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
Keamanan : suhu yang naik turun
Pemeriksaan diagnostik
Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
Diagnosa keperawatan
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis –
Intervensi keperawatan :
Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan
Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
Intervensi keperawatan :
Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman
Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop
Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.
Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Intervensi keperawatan :
Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.
Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Intervensi keperawatan :
Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
Observasi adanya distensi perut.
Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces
Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus
Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada
Intervensi keperawatan:
Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal
Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.
Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine
5.6 Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan
Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering
Intervensi keperawatan :
Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.
Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit
Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit
Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.
Daftar kepustakaan :
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.
Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta
Rabu, 24 Juni 2009
laporan kasus kelolaan bab2, bab 3,4,5 asuhan keperawatan maternitas pada BBLR
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram ( WHO, 1961 ). Berat badan pada kehamilan khusus apapun sangat berfariasi dan harus digambarkan pada grafik presentil. Bayi yang berat badannya diatas presentil 90 dinamakan besar untuk umur kehamilan dan yang di bawa presentil 10 dinamakan ringan untuk umur krhamilan. Berdasarkan itu bahwa 10 % semua bayi ringan untuk umur kehamilan. Bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gr pada saat lahir di namakan berat badan lahir rendah
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya bayi berat badan lahir rendah di bedakan:
Ø Bayi berat lahir rendah , berat lahir 1500 – 2500 gram
Ø Bayi berat lahir sangat rendah, berat lahir kurang dari 1500 gram
Ø Bayi berat lahir eksterem, Berat lahir kurang dari 1000 gram
2.2 ETIOLOGI
Bayi berat lahir rendah mungkin prematur ( kurang bulan ) mungkin juga cukup bulan ( dismatur ).
2.2.1 PREMATUR MURNI
Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamillan atau disebut juga neonatus preterm / BBLR / SMK.
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Prematur atau BBLR adalah
1. Faktor Ibu
Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
Gizi saat hamil kurang
Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)
Perdarahan antepartum, kelainan uterus, Hidramnion
Faktor pekerja terlalu berat
Primigravida
Ibu muda (<20>
2. Faktor kehamilan
Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil seprti preeklamsia, eklamsi, ketuban pecah dini
3. Faktor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan kehamilan ganda., anomali kongenital
4. Faktor kebiasaan : Pekerjaan yang melelahkan, merokok
5. Faktor yang masih belum diketahui.
Karakteristik yang dapat ditemukan pada prematur murni adalah :
1. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm lingkar dada kurang dari 30 cm
2. Gerakan kurang aktif otot masih hipotonis
3. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
4. Kepala lebih besar dari badan rambut tipis dan halus
5. Tulang tulang tengkorak lunak, fontanela besar dan sutura besar
6. Telinga sedikit tulang rawannya dan berbentuk sederhana
7. Jaringan payudara tidak ada dan puting susu kecil
8. Pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnu
9. Kulit tipis dan transparan, lanugo (bulu halus) banyak terutama pada dahi dan pelipis dahi dan lengan
10. Lemak subkutan kurang
11. Genetalia belum sempurna , pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora
12. Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk masih lemah
Bayi prematur mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna . Oleh karena itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR)
2.2.2 DISMATUR
Dismatur (IUGR) adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan .
Menurut Renfield (1975) IUGR dibedakan menjadi dua yaitu
1. Proportionate IUGR
Janin yang menderita distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan bulan sebelum bayi lahir sehingga berat,panjang dada lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya Wasted oleh karena retardasi pada janin terjadi sebelum terbentuknya adipose tissue
2. Disporpotionate IUGR
Trejadi karena distres subakut gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sampai janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak Wasted dengan tanda tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit , kulit kering keriput dan mudah diangkat bayi kelihatan kurus dan lebih panjang
Faktor Faktor yang mempengaruhi BBLR pada Dismatur
1. Faktor ibu : Hipertensi dan penyakit ginjal kronik, perokok, pendrita penyakit diabetes militus yang berat, toksemia, hipoksia ibu, (tinggal didaerah pegunungan , hemoglobinopati, penyakit paru kronik ) gizi buruk, Drug abbuse, peminum alkohol
1. Faktor utery dan plasenta : Kelainan pembuluh darah, (hemangioma) insersi tali pusat yang tidak normal, uterus bicornis, infak plasenta, tranfusi dari kembar yang satu kekembar yang lain, sebagian plasenta lepas
3. Faktor janin : Gemelli, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam kandungan, (toxoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpez, sifillis)
4. Penyebab lain :Keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui
2.4 PENATALAKSANAN
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinanan yang dapat terjadi pada bayi prematuritas maka perawatan dan pengawasan ditujukan pada pengaturan suhu , pemebrian makanan bayi, Ikterus , pernapasan, hipoglikemi dan menghindari infeksi
1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas /BBLR.
Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermi karena pusat pengaturasn panas belum berfungsi dengan baik metabolisme rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim , apabila tidak ada inkubator bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol berisi air panas sehingga panas badannya dapat dipertahhankan.
2. Makanan bayi premtur.
Alat pencernaan bayi belum sempurna lambung kecil enzim pencrnaan belum matang sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal;/kgBB sehingga pertumbuhan dapat meningkat. Pemberian minumbayi sekitar 3 jam setelahn lahir dan didahului derngan menghisap cairan lambung , reflek masih lemah sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sesikit dengan frekwensi yang lebih sering. Asi merupakan makanan yasng paling utama sehingga ASI lah ynag paling dahulu diberikan, bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diberikan dengan sendok perlahan lahan atau dengan memasang sonde. Permulaan cairan yang diberikan 50- 60 cc/kgBB/hari terus dinaikan sampai mencapai sekitar 200 cc/kfBB/hari
3. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat
4. pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi usaha pernapasan
5. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula darah secara teratur
6. Menghindari Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna . Oleh karena itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR)
2.5 PROGNOSA
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi , makin tinggi angka kematian ) , asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan interafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan dan pos natal (pengaturan suhun lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain )
Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya
2.6 Asuhan Keperawatan Pada Neonatus dengan BBLR
2.6.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan (Allen Carol V. 1993 : 28).
Data subyektif terdiri dari
Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott Laura A, 1997 : 6).
Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus BBLR yaitu:
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.
Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
Berat badan lahir : Preterm/BBLR <>³ 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.
Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR <>5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < gram =" 24">
BB 1250-< gram =" 12">
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari
(Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)
Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap BBLR kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan BBLR karena memerlukan perawatan yang intensif
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)
Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh <>°C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh <>°C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).
Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung
terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
3. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah : GDA > 20 mg/dl, test kematangan paru, CRP, Hb dan Bilirubin : > 10 mg/dl
2.6.2 Analisa Data dan Perumusan Masalah
Sign / Symptorn | Kemungkinan Penyebab | Masalah |
1. Pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung, cyanosis, ada lendir pada hidung dan mulut, tarikan inter-costal, abnormalitas gas darah arteri. | Produksi surfactan yang belum optimal | Gangguan pertukaran gas |
2.Akral dingin, cyanosis pada ekstremmitas, keadaan umum lemah, suhu tubuh dibawah normal | - lapisan lemak dalam kulit tipis | Resiko terjadinya hipotermia |
3.Keadaan umum lemah, reflek menghisap lemah, masih terdapat retensi pada sonde | - Reflek menghisap lemah | Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi. |
4.Suhu tubuh diatas normal, tali pusat layu, ada tanda-tanda infeksi, abnormal kadar leukosit, kulit kuning, riwayat persalinan dengan ketuban mekoncal | - Sistem Imunitas yang belum sempurna - Ketuban mekonial - Adanya tali pusat yang belum kering | Resiko terjadinya infeksi |
5.Akral dingin Ekstremitas pucat, cyanosis, hipotermi, distrostik rendah atau dibawah harga normal. | - Metabolisme meningkat - Intake yang kurang. | Resiko terjadinya hipoglikemia |
6.Bayi dirawat di dalam inkubator di ruang intensif, belum ada kontak antara ibu dan bayi | Perawatan intensif | Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi. |
2.6.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada neonatus dengan BBLR antara lain:
- Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan produksi surfactan yang belum optimal.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
- Resiko terjadinya hipoglikemia b/d meningkatnya metabolisme tubuh neonatus
- Resiko terjadinya hipotermia b/d lapisan lemak kulit yang tipis
- Resiko terjadinya infeksi b/d tali pusat yang belum kering, imunitasyang belum sempurna, ketuban meconial
6. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat terpisah.
2.6.4 Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan BBLR
No | Diagnosa Perawatan | Tujuan dan Kriteria | Intervensi | Rasional |
1 | Gangguan pertukaran gasb/d produksi surfactan yang belum optimal | Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi Kriteria: - Pernafasan normal 40-60 kali permenit. - Pernafasan teratur. - Tidak cyanosis. - Wajah dan seluruh tubuh | 1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm | 1. Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas. |
| | Berwarna kemerahan (pink variable). - Gas darah normal PH = 7,35 – 7,45 PCO2 = 35 mm Hg PO2 = 50 – 90 mmHg | 2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu. | 2. Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna. |
| | | 3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam | 3. Deteksi dini adanya kelainan. |
| | | 3. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri | 4. Mencegah terjadinya hipoglikemia |
2. | Resiko terjadinya hipotermi b/d lapisan lemak pada kulit yang masih tipis | Tujuan Tidak terjadi hipotermia Kriteria Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C Akral hangat Warna seluruh tubuh kemerahan | . Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer | 1. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi hangat |
| | | 2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat. | . Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi. |
| | | 3.Observasi suhu bayi tiap 6 jam. | 3. Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia |
| | | 4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan. | 4. Mencegah terjadinya hipoglikemia |
3. | Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah. | Tujuan:Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria - Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik. | 1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi. | 1. Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang tepat. |
| | - Berat badan tidak turun lebih dari 10%. - Retensi tidak ada. | 2. Monitor turgor dan mukosa mulut. | 2. Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut. |
| | | 3. Monitor intake dan out put. | 3. Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance) |
| | | 4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan. | 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat. |
| | | 5. Lakukan control berat badan setiap hari. | 5. Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monito |
| | | 5. Lakukan control berat badan setiap hari. | 5. Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monito |
4. | Resiko terjadinya infeksi | Tujuan: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi) Kriteria | 1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan | 1. Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah. |
| | - Tidak ada tanda-tanda infeksi. - Tidak ada gangguan fungsi tubuh. | 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. | 2. Mencegah penyebaran infeksi nosokomial. |
| | | 3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi) | 3. Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi |
| | | 4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari. | 4. Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan. |
| | | 5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi. | 5. Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman. |
| | | 6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal | 6. Deteksi dini adanya kelainan |
| | | 7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit. | 7. Mencegah terjadinya penularan infeksi. |
| | | 8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik. | 8. Mencegah infeksi dari pneumonia |
| | | 9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP. | 9. Sebagai pemeriksaan penunjang |
5. | Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat | Tujuan: Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan. Kriteria - Akral hangat - Tidak cyanosis - Tidak apnea - Suhu normal (36,5°C -37,5°C) | 1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi. | 1. Mencega pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put. |
| | - Distrostik normal (> 40 mg) | 2. beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan | 2. Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang berlebihan sedangkan suhu lingkungan berpengaruh pada suhu bayi. |
| | | 3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi) | 3. Deteksi dini adanya kelainan. |
| | | 4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik. | 4. Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-kasi yang ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain. |
6. | Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif. | Tujuan : Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu. | 1. Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang. | 1. Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan ibu/keluarga. |
| | Kriteria: - Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi. | 2. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya. | 2. Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi. |
| | - Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri. | 3. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit. | 3. Ketidaktahuan memperbesar stressor. |
| | | 4. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas). | 4. Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas. |
| | | 5. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan. | 5. Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang. |
| | | | |
2.6.5 Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Santosa NI, 1995).
2.6.6 Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995). Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab ini akan disajikan tentang kesenjangan antara bab 2 dan bab 3, dengan prinsip pendekatan proses perawatan antara lain:
Pengkajian
Pada bab tinjauan teori penkajian ditekankan pada adanya perubahan suhu, nutrisi, interitas kulit, dan resiko infeksi. Sedangkan pada tinjauan kasus pengkajian yang didapat adalah adanya perubahan resiko perubahan suhu, kurangnya kebutuhan nutrisi, infeksi dan keadaan integritas kulit.
Diagnosa Keperawatan
Pada tinjauan teori di dapatkan enam diagnosa keperawatan yakni :gangguan pertukaran gas, gangguan pemenuhan nutrisi, resiko terjadi hipoglikemia, resiko terjadi hipotermia, resiko terjadi infeksi dan gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi. Sedangkan pada kasus nyata penyusun hanya mendapatkan 4 diagnosa dari klien yakni : gangguan nutrisi, gangguan integritas kulit, resiko hipotermia, dan resiko terjadi infeksi.
Rencana Keperawatan
Pada tinjauan teori rencana keperawatan ditekankan pada nutrisi , termoregulator / lingkungan yang nyaman, dan pelasanaan tindakan septik dan aseptik. Pada tinjauan kasus rencana keperawatan juga ditekankan pada hal tersebut di atas.
Tindakan Keperawatan
Seperti halnya dengan intervensi yang direncanakan pada tinjauan teori, tindakan keperawatan yang dilakukan baik dalan tinjauan teori dan tinjauan kasus adalah nutrisi , termoregulator / lingkungan yang nyaman, dan pelasanaan tindakan septik dan aseptik.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi pada tinjauan kasus ditekankan pada tiap – tiap diagnosa sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan yangtercantum pada tujuan rencana keperawatan. Memang pencapaian tujuan pada bayi dengan BBLR ini harus benar- benar prosedural .
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah membahas mengenai uraian asuhan keperawatan pada neonatus dengan BBLR, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
- Dalam melakukan pengkajian pada neonatus dengan BBLR ditekankan pada ditekankan pada adanya perubahan suhu, nutrisi, interitas kulit, dan resiko infeksi
- Dalam perencanaan perlu dituliskan target waktu target waktu yang digunakan dalam pelaksanan intervensi disesuaikan dengan keadaan tempat praktek yakni di ruang neonatus sehingga kurang maksimal.
- Dalam melakukan pengkajian dan implementasi keperawatan, perawat harus benar-benar prosedural dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi neonatus mengingat bayi BBLR terjadi imaturitas organ.
- Dalam memberikan asuhan keperawatan pada adanya perubahan suhu, nutrisi, interitas kulit, dan resiko infeksi
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas kami memberanikan diri untuk memberikan saran sebagai berikut:
- Dalam memberikan pelayanan keperawatan tidak boleh membeda-bedakan status klien.
- Dalam melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan perlu adanya pendekatan dengan klien yaitu; menjalin hubungan saling percaya sehingga klien mau mengungkapkan apa yang dirasakan dan masalah keperawatan yang dihadapi dapat teratasi.
- Untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan khususnya pada kasus Bronchitis alergia diruang neonatus hendaknya perawat meningkatkan pengetahuan tentang masalah BBLR
4. Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan neonatus dengan BBLR perawat diharuskan memiliki sikap sabar, sopan, teliti, cermat, mempunyai pengetahuan, wawasan yang luas dan ketrampilan yang memadai.